Selasa, 15 Juli 2008

Abad ke 22 (Sebuah Cerpen Ramah Lingkungan)


Fatih terbangun di atas tempat tidurnya, terbangun oleh sengatan matahari yang kian hari kian panas. Pagi hari itu serasa siang hari, “Uhuk - uhuk” fatih batuk karena debu yang terbawa angin kering dari jendela kamarnya, jendela kamar yang terletak tepat di samping kanan tempat tidurnya.

Musim hujan telah berlalu, setelah banjir melanda kota tempat tinggal fatih, kini kekeringan melanda kota tersebut, tak lelah sedikitpun bencana terus melanda negeri ini.

Pemerintah negara tersebut tidak lagi sanggup menanggulangi bencana kekeringan yang terjadi di berbagai tempat, para petani gagal panen, beras terpaksa diimpor dari luar negeri. Petani pun semakin melarat.

Walapun pada saat itu tahun 2108 tetapi kehidupan di dunia justru terasa mundur, ketergantungan akan minyak bumi di tahun – tahun sebelumnya, telah membuat berbagai negara di dunia melakukan berbagai penelitian mengenai energi yang ramah lingkungan, namun sayangnya ketinggian dan keramahan teknologi itu hanya dapat dinikmati oleh kalangan kaya dan miliarder, karena produk dari teknologi tersebut terlalu mahal.

Akibatnya, konsumsi minyak bumi yang semakin meningkat tajam setiap tahunnya. Dan Global Warming tak dapat terelakan, keegoisan generasi pada abad 21 telah dibalas oleh keganasan alam bumi tercinta. Fatih Fatahillah seorang anak berumur 17 tahun merasakan ganasnya alam pada saat itu. Ia pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, karena krisis energi telah membuat dunia otomotif nyaris mati. Tak ada lagi angkutan umum.

Es di kutub telah habis mencair, tak ada lagi tempat tinggal bagi pinguin dan beruang kutub pada saat itu. Tak mengherankan mereka tinggal kenangan keragaman satwa di ensklopedia. Badai yang tak pernah melanda negeri tempat tinggal Fatih, kini mulai mencicipi kawasan pemukiman disekitar tempat tinggal Fatih.

Tangisan bayi tetangga memekakan telinga, bayi yang merasa panas terus menerus menangis, ibunya mengipasi anak bayi itu dengan penuh kasih sayang. Tetapi tetap saja, tangan sang ibu yang memegang kipas tak kuat lagi mengimbangi panasnya iklim kota tempat tinggal Fatih.

Kenapa tidak menyalakan kipas listrik? Sayangnya pembangkit listrik tenaga minyak bumi tak lagi memiliki bahan bakar, pembangkit listrik tenaga angin dan tenaga air pun masih sedikit. Maka pemadaman listrik tak terelakan.

Sejenak kita mundur ke waktu 1 abad silam, ketika kampanye ketahanan iklim sedang digembar – gemborkan, ketika pemborosan energi ratusan tahun telah terjadi, ketika pemborosan tersebut sekaligus memberikan efek rumah kaca pada langit akibat gas pembuangan yang mengapung di atmosfir memberikan efek rumah kaca terhadap daratan sejuta umat manusia di dunia.

Sejenak Ryan Fatahillah, calon kakek Fatih, peneliti perubahan iklim yang signifikan memikirkan berbagai macam solusi, kendaraan ramah lingkungan, Sistem Industri ramah lingkungan, energi alternatif, dan berbagai macam hal yang mengurangi penyebab Global Warming dan perubahan iklim di dunia.

Janganlah menjadi manusia yang egois, alam ini bukan hanya milik generasi kita, masih ada generasi – generasi selanjutnya yang ingin merasakan kesejukan pepohonan, jangan ditebang sembarangan, masih akan ada generasi yang ingin merasakan udara pagi yang sejuk nan teduh, jangan cemari dengan asap kendaraan. Masih ada generasi yang ingin merasakan keramahan hujan disaat musim panas, Masih ada generasi yang ingin menikmati iklim yang stabil, bukan panas yang tinggi yang bergantian dengan badai serta banjir yang melanda, akibat curah hujan yang menggila.

Semoga kita tidak cukup egois untuk selalu menggunakan mobil pribadi yang tempat duduknya tersisa untuk 4 orang. Semoga kita cukup rendah hati untuk menggunakan fasilitas transpotasi massal yang telah disediakan pemerintah demi generasi selanjutnya, demi negeri ini di masa depan, Indonesia Abad 22.

2 komentar:

Ecky A. mengatakan...

karya nt jar?
jiyeh.. :),

Muhamad Fajar mengatakan...

@ecky a.
iya ky,
subhanallah, Allah maha menciptakan hamba-Nya, sampe bisa bikin tulisan

Saya?!

Foto saya
Dipanggil Fajar. Sampai saat ini masih yakin terlahir untuk menjadi pemenang, walaupun saat ini saya masih amat jauh dari pribadi dan pengetahuan seorang pemenang. Saya harus terus belajar hingga benar - benar menjadi pemenang di dunia dan di akhirat bersama pemenang-pemenang lainnya. Alhamdulillah saat ini saya telah lulus dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Cita - cita : Menjadi seorang pemilik perusahaan IT Indonesia yang disegani di seluruh dunia, dan menjadi orang super kaya sehingga mampu membantu sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia! Hal ini tak akan bisa terwujud tanpa doa, dukungan dan kerja keras. Untuk itu mohon doanya juga dari para pembaca :D

Fajar's Personality

Click to view my Personality Profile page