Selasa, 01 Maret 2011

New Page

Mengganti warna untuk mencari udara segar di tengah rutinitas kehidupan.
Semoga pemilik blog menjadi rajin menulis dengan pergantian warna ini.
Amin.

Read More

Kamis, 10 Februari 2011

Media


Media saat ini telah menjadi benda yang cenderung merusak. Apapun medianya, TV, internet, handphone, telepon, email, tempe (eh salah ini mah makanan), radio dan lain-lain tetap punya potensi merusak. Bukan salah media, tetapi salah manusia sebagai pengguna media. Terutama sang pemberi informasi. Ketidakhati-hatian dalam penggunaan media dan ketidakpernahan belajar agama dengan serius bisa jadi salah satu penyebabnya. Kerusakan yang terjadi tidak kalah parah dengan radiasi nuklir yang menyebar bersama hembusan udara. Mungkin lebih parah lagi, karena yang diserang bukan fisik tetapi ruh. Dan yang rusak bukan otot tetapi otak.
Konten negatif media bisa dikatakan merupakan masalah klasik. Tulisan ini dibuat bukan untuk merendahkan orang lain ataupun mem-"bersih"-kan diri sendiri. Tetapi hanya tumpahan rasa muak akan keadaan media hari ini.
Media sebagai bagian dari kemajuan teknologi pasti memiliki potensi kebaikan sekaligus potensi kerusakan. Butuh waktu, dana, kesadaran dan tenaga yang tidak sedikit untuk memperbaiki media. Hal yang terpenting adalah mencegah kerusakan yang disebarkan oleh berbagai media dengan cara membentengi diri. Sebuah firman Allah SWT.

"Adapun jika datang kepada kamu sekalian petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." (QS. Thaha: 132)

Pada ayat tersebut Allah SWT memerintahkan kepada kita untuk senantiasa berpedoman pada petunjuk-Nya. Berikut salah satu hadist yang menjelaskan bentuk kongkrit mengikuti petunjuk-Nya.

"Allah menjamin siapa saja yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan kandungannya bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat kelak" (Dikeluarkan oleh ibnu Abi Syaihah, Al-Hakim dan dishahihkannya)

Hadist di atas membahas tentang ngaji. Ngaji berasal dari kata mengkaji. Tilawah (membaca) Al-Quran adalah bentuk ngaji yang paling sederhana. Dalam konteks membentengi diri dari berbuat maksiat dan membentengi diri dari kerusakan media, tilawah saja belum cukup. Kita harus berusaha mencari majelis atau perkumpulan yang mengkaji lebih dalam tentang nilai-nilai agama Islam yang terkandung dalam Al-Quran. Majelis yang cukup populer beberapa diantaranya mentoring keagamaan, kultum dan acara ceramah di tipi, majelis ta'lim atau ceramah umum offline alias langsung berhadapan dengan ustadz.
Jika mau dibahas asalnya darimana saja metode-metode ini, maka akan panjang ceritanya (saya juga gak tau-tau amat :p). Jadi saya akan jabarkan saja pendapat saya tentang hal-hal tersebut. Ceramah umum sangat efektif untuk menjadi media penambahan wawasan, mengenal tentang sesuatu ataupun memperdalam pengetahuan tentang sesuatu. Tetapi saya rasa masih belum cukup efektif dalam hal mendorong diri kita menerapkan pengetahuan yang sudah kita dapatkan. Kita butuh majelis yang lebih kecil yang diisi dengan orang-orang yang punya niatan untuk belajar Islam dan menerapkan nilai-nilai Islam perlahan tapi terus dicoba dan diusahakan. Mungkin salah satu bentuk majelis ini adalah mentoring keagamaan.
Mentoring keagamaan pun hanya akan menjadi efektif jika kita benar-benar punya niat untuk belajar dan meminta kepada Allah SWT supaya diberikan hidayah dalam mempelajari agama Islam. Dan yang terakhir kembali lagi solusinya adalah ibadah sunnah rutin, semisal tilawah. Sebagai salah satu ibadah sunnah yang simple. Tilawah menjadi sebuah pemenuhan kebutuhan ruh yang bisa dilakukan dimana saja (selama tempatnya bersih dan kita juga dalam keadaan punya wudhu). Mengikuti ceramah umum, mentoring dan tilawah adalah bekal awal. Masih banyak lagi yang bisa kita lakukan untuk membentengi diri. Tips lainnya jika sempat akan di-post pada kesempatan berikutnya.
Akhir kata, mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi nasihat dan pengingat bagi penulis dan pembaca.

Wallahu'alam.

Read More

Minggu, 24 Oktober 2010

Jawaban


Sebuah negeri di abad 21, kaya akan harta karun alam yang tersimpan di dalam balutan lapis bumi dan megahnya perairan. Ikan-ikan beragam warna dan bentuk tersebar di lautan dan mengelilingi ribuan pulau yang tersebar pula dari timur ke barat. Tanah yang terhampar seolah selalu bisa ditumbuhi oleh berbagai tanaman. Udara yang senantiasa segar karena pepohonan rimbun masih riuh berkumpul. Negeri yang layaknya surga dunia telah menjadi tanah yang kita pijak, tetapi sampai hari ini para penduduk negeri masih terpuruk dalam kebobrokan moral dan kesejahteraan.

Tak ada yang salah dengan kemerdekaan negeri ini. Negeri ini jelas telah merdeka. Namun kemerdekaan nampaknya hanya pada fisik semata, hati penduduknya belum merdeka. Penduduk negeri ini seringkali terkurung dalam ego pribadi, ego ingin berada pada wilayah aman, nyaman dan tentram. Ingin menikmati hidup tanpa harus bersinggungan dengan baris terdepan yang senantiasa mewujudkan mimpinya untuk merubah negeri ini lebih baik lagi. Jangan sampai rasa ingin berkontribusi dikalahkan oleh rasa lelah. Karena sebenarnya kontribusi yang kita berikan adalah ekspresi dari rasa syukur.

Rasa syukur yang kita ekspresikan dalam ibadah harian sebenarnya belumlah cukup. Hal yang telah kita dapat sangat jauh lebih banyak dari yang telah kita syukuri. Komponen badan yang utuh, kehidupan yang bercukupan ditambah bisa menjalani kuliah yang banyak orang lain belum mendapatkannya. Bahkan untuk belajar saja masih ada generasi negeri ini yang harus bolak-balik bawa bambu runcing atau parang dari rumah ke sekolah untuk menghindari kejaran babi hutan (dikutip dari cerita nyata pengajar program Indonesia Mengajar). Bukankah kita tidak dikejar-kejar binantang buas saat ke kampus ataupun ke sekolah? bukankah begitu banyak kemudahan yang kita alami selama kita menjadi mahasiswa ataupun siswa?

Implementasikan rasa syukur dengan gerakan dan perbuatan positif di masyarakat adalah salah satu wujud nyata kita mencoba menutupi kekurangan diri kita dalam mensyukuri kehidupan. Waktu yang telah di habiskan dan perasaan telah banyak berkontribusi bukanlah alasan untuk menjadi orang-orang yang mundur teratur dari barisan perubahan. Muda dan karya adalah dua kata yang tak dapat dipisahkan. Berkarya sebelum kekuatan dan kesempatan yang kita miliki diambil oleh yang Maha Kuasa. Kegagalan yang kita alami bukanlah alasan, melainkan pelajaran yang seharusnya bisa menjadi bara yang menggeliatkan kembali diri kita untuk tetap maju memegang tongkat estafet perubahan.

Tulisan ini adalah jawaban dari sebuah pertanyaan kepada diri sendiri yang pernah terbesit di dalam kepala, "Sebenarnya apa yang diri mu cari di dunia?" maka jawabannya adalah "memberi sebanyak-banyaknya kepada orang di sekitar kita dengan segala harta dan jiwa untuk beribadah dan bersyukur kepada Yang Maha Pencipta". Mudah-mudahan niat kita tetap seperti ini hingga ajal menjemput. Yakinlah, Allah SWT tidak akan membiarkan sebesar atom perbuatan pun luput dari balasan-Nya, termasuk hal baik dan hal buruk yang telah kita lakukan.

Wallahu a'lam.

Read More

Optimisme Abadi


Langkah kaki kita seringkali terhenti ataupun melambat ketika kita melalui cobaan hidup yang sulit. Pikiran penuh dengan hal-hal yang harus dikerjakan dan dipikirkan. Rasa cemas, seringkali datang menyerang. Dunia seakan menjadi musuh, di saat bersamaan hawa ancaman ketakutan menyelimuti diri yang sedang berputus asa. Serasa dipukul palu godam sebesar gajah. Lelah dan lelah terasa mengkabuti pandangan mata.

Sadarilah, masalah adalah keniscayaan. Hidup itu berputar, kadang di atas kadang di bawah. Fisik mungkin bisa hancur dan cacat. Tetapi jangan biarkan hati ini cacat ataupun hancur. Hidup ini cuma sekali, dan menyerah sama saja dengan menyia-nyiakan kesempatan yang cuma satu kali. Tetap berprasangka baik kepada Sang Khalik, merajut kembali harapan yang tersobek dan mengelem kembali impian yang retak.

Satu kata pun muncul. Satu kata yang merubah segalanya. Satu kata yang mencerminkan keimanan. Kata itu merubah hitam menjadi abu-abu kemudian menjadi putih. Kata yang menyingkirkan dingin menusuk dari kulit, mendatangkan hangat dari hati. Sebuah kata yang akan menggerakan mesin-mesin berkarat kembali mengkilat dan selincah mesin baru.

Optimis, kata ini bangkit dari kedekatan kita dengan-Nya. Kedekatan dibangun dengan berbagai ibadah sunnah, karena wajib telah menjadi kebutuhan, dan sunnah harus ditempa menjadi hobi. Sebagai contoh, tilawah bisa menjadi penenang jiwa dikala resah, penyejuk hati dikala gundah. Sholat malam seolah menjadi premi asuransi bahwa hari ini paling cerah diantara hari-hari lainnya. Puasa menjadi ajang latihan berpikir tenang walaupun situasi sempit dan kritis. Hafalan menjadi jaminan terjaganya diri ini dari godaan makhluk-makhluk pembisik hati.

Tulisan ini mungkin sebuah renungan. Renungan yang tercurah karena penulisnya tak kunjung mencapai stabilitas dalam menjalani Ibadah Sunnah dan rutinitas positif. Berharap bisa memulai segalanya lagi, membenahi diri, membereskan hati, meluruskan niat, melukiskan rancangan hidup menuju mati yang di-ridhoi dan selalu memiliki optimisme abadi.

Bismillahu Allahu Akbar!

Read More

Kamis, 12 Agustus 2010

Semangat Badar

Mereka mundur satu persatu
Gugur dan gagal mempertahankan komitmennya
Diterpa angin sepoi-sepoi beracun yang pelan-pelan membunuhnya
Dibuai warna-warna semu yang terlihat indah dari jauh

Lalu kenapa pandanganmu teralihkan ke sana?
Bukankah di sisi yang satunya masih banyak ksatria yang berjuang
Sampai titik darah penghabisan
Bahkan ada yang bangkit kembali dari keterpurukan

Walaupun seribu orang yang cinta dunia menentang
Mereka tetap berjalan di jalan yang haq
Walaupun seribu orang memfitnah
Mereka tetap tegak berdiri berkata yang sesungguhnya

Mungkin tak lebih dari 313 pejuang
Jika dibandingkan dengan para pemuja dunia

Tetapi semangat ala Umar bin Khattab itu
Mengalir sampai kepada para pemuda abad 21
Untuk senantiasa kembali melestarikan kemurnian ajaran langit
Memperbaiki diri dan memperbaiki lingkungannya

Mereka bukan malaikat
Mereka hanya pemuda dengan semangat Badar!

Read More

Saya?!

Foto saya
Dipanggil Fajar. Sampai saat ini masih yakin terlahir untuk menjadi pemenang, walaupun saat ini saya masih amat jauh dari pribadi dan pengetahuan seorang pemenang. Saya harus terus belajar hingga benar - benar menjadi pemenang di dunia dan di akhirat bersama pemenang-pemenang lainnya. Alhamdulillah saat ini saya telah lulus dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Cita - cita : Menjadi seorang pemilik perusahaan IT Indonesia yang disegani di seluruh dunia, dan menjadi orang super kaya sehingga mampu membantu sebanyak-banyaknya rakyat Indonesia! Hal ini tak akan bisa terwujud tanpa doa, dukungan dan kerja keras. Untuk itu mohon doanya juga dari para pembaca :D

Fajar's Personality

Click to view my Personality Profile page